Minggu, 12 Oktober 2014

STRATEGI MENDIDIK ANAK DENGAN BAIK

CARA MENDIDIK ANAK DENGAN BAIK
Anak itu merupakan aset di masa depan. Anaklah yang akan meneruskan keturunan dari keluarga anda. Jika anda tidak memperhatikan cara mendidik anak anda, suatu saat anak anda bukannya menjadi aset yang mengharumkan nama orang tuanya malah menjadi aib bagi keluarga. Saat ini banyak orang
1. Berikan Teladan
Anak-anak adalah pembelajar yang baik karena pada saat itu mereka sangat penuh dengan rasa ingin tahu. Mereka terlahir kedunia ini ibarat kertas yang putih dan bersih, tinggal orang tua dan lingkungannya lah yang akan menentukan apakah kelak dia akan mengisi kertas yang putih itu dengan gambar yang baik atau justru sebaliknya. Anak-anak belajar dengan cara melihat dan mendengar. Maka sebagai orang tua harus bisa meneladankan perilaku yang baik dan perkataan yang baik dan benar.
Banyaknya terjadi kegagalan dalam mendidik anak biasanya karena tidak bisanya orang tua meneladankan perilaku kepada anaknya. Pepatah mengatakan "buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya", pepatah ini memang benar sekali. Anak adalah cermin dari orang tuanya. Jika anda sebagai orang tua ingin mengajarkan kejujuran maka anda harus jujur, jika ingin mengajarkan sopan santun, maka anda harus sopan santun, jika anda ingin mengajarkan kedisplinan maka anda harus disiplin. contoh kejadian yang sungguh menggelikan dan banyak terjadi di masyarakat yaitu orang tua yang melarang anaknya merokok tapi dianya sendiri merokok. Makanya anak remaja yang merokok saat ini semakin meningkat.
2. Berikan Pengertian
Cara mendidik anak berikutnya yaitu mulai dari kecil orang tua harus memberikan pengertian-pengertian yang baik tentang kehidupan. Pengertian ini bisa dikatakan adalah teori-teori kehidupan yang baik yang akan berguna untuk kesuksesan anak di masa depan. Contoh pengertian tentang kejujuran, tentang kedisiplinan, tentang integritas, tentang menolong sesama, peduli lingkungan, bekerja keras dan lain-lain. Dengan pengertian-pengertian hidup yang baik maka anak anda akan lebih cepat dewasa. Dewasa yaitu bisa menentukan mana yang baik dan mana yang tidak. Untuk memberikan pengertian ini berarti orang tua harus menambah ilmu-ilmu tentang pengertian hidup yang baik, itu tandanya sebagai orang tua pun tidak ada kata untuk berhenti belajar.
3. Berikan Penderitaan Artificial
Fakta membuktikan bahwa banyak sekali orang yang sekarang sukses dahulunya adalah seorang anak yang lahir dari keluarga tidak mampu atau keluarga biasa-biasa saja. Hal ini ternyata anak-anak yang lahir dari keluarga tidak mampu mereka dipaksa untuk bekerja keras dan merasakan penderitaan dibandingkan dengan anak orang kaya. Penderitaan yang dialami waktu kecil itu akan membangkitkan mental anak-anak yang berguna untuk masa depan mereka. Pepatah mengatakan : "Orang yang selagi mudanya lemah, maka akan dipaksa bekerja keras di masa tuanya". Untuk menghasilkan seorang anak yang sukses jangan pernah memanjakan anak. Justru anak harus dilatih penderitaan dan perjuangan mulai dari kecil, hal ini bisa dimulai ketika anak sudah mulai berjalan logika berpikirnya.
Penderitaan artificial bukan berarti anak disiksa untuk menderita, tapi anak dikondisikan serba terbatas dan ada syarat untuk menginginkan sesuatu. Contoh ketika anak ingin dibelikan mainan, maka orang tua harus memberikan syarat yang syarat itu adalah untuk mendidik mental dan kepribadian anak. Misalkan "Kamu akan mama beliin handphone asalkan kamu rajin membereskan dan membersihkan kamar tidurmu" atau "Kamu akan mama belikan komputer jika kamu rajin belajar dan nilaimu rata-rata 8". Silahkan anda kreasikan sesuai kebutuhan.
4. Dorong anak untuk berani mencoba sesuatu
Seorang anak adalah pembelajar yang hebat, dan mereka dilahirkan dengan tidak ada rasa takut. Rasa takut itu mulai muncul ketika lingkungan mulai memasukan virus-virus ketakutan dengan kata-kata "jangan, Tidak boleh, awas". Sebagai orang tua harus memperhatikan keberanian anak, jika anak anda mulai menjadi orang yang tidak berani, pemalu, tidak percaya diri, maka anda harus mendorong dan memotivasi mereka untuk berani dan percaya diri. Contoh ketika ada pentas doronglah mereka untuk maju ke pentas seni baik itu menyanyi, menari, berpidato dan lain-lain. Ikutkanlah lomba-lomba untuk mengasah keberanian dan kepercayaan dirinya. Jika dalam lomba dia kalah teruslah dimotivasi untuk mencoba lagi dan berikan harapan terus menerus. Anak yang didik dengan harapan, kelak akan menjadi orang yang mampu bermimpi dan berjiwa besar.
Kesimpulan cara mendidik anak yang baik
Nah itulah sedikit tips tentang cara medidik anak dalam keluarga anda. Yang paling pokok dari semua cara mendidik anak adalah keteladanan dan perhatian dari orang tuanya. Mari kita jadikan anak-anak Indonesia generasi pemimpin hebat yang akan mengangkat Indonesia ke kancah persaingan dunia di masa depan.

Ringkasan Ilmu Nahwu

BAB KALAM
A. Pengertian Kalam, Kalim dan Kalimah
1.  Kalam adalah sebuah kata (lafadh) yang tersusun (murakab) yang memiliki faedah (mufid) yang diucapkan dengan secara sengaja. Contoh :  قَامَ زَيْدٌ (Zaid telah berdiri). Al-Kalam  disebut juga dengan Al-Jumlah Al-Mufidah. Apabila ada susunan  kata  yang  tidak  memberikan  faedah  yang  sempurna  (walau  terdiri lebih dari  tiga kata), susunan kata ini tidak dinamakan sebagai اَلْكَلاَمُ  atau Jumlah Mufidah (kalam yang sempurna).
Contoh sederhana:   
إِنْ رَجَعَ رمضن ~ In raja'a ramdhan = Jika Ramadhan telah pulang, tersusun dari tiga kata ; إِنْ ~In=jika;  رَجَعَ ~raja'a= telah pulang; dan رمضن  ~ Ramadhan. Susunan kata dalam إِنْ رَجَعَ رمضن ~ In raja'a Ramadhan = jika Ramadhan telah pulang yang mendengar masih menunggu jawaban, ...."Jika Ramadhan telah pulang....terus ngapain?  Ini menunjukkan bahwasanya susunan tersebut tidak sempurna atau tidak memberikan faedah yang sempurna, tidak  dikatakan  Al-Kalam =  اَلْكَلاَمُ  atau  Jumlah Mufidah.
            Untuk menyempurnakan menjadi Jumlah Mufidah,  misalnya  kita  tambahkan kata فَأَكْرِمْهُ (fa-akrimhu), maka muliakanlah,  kalimatnya menjadi: إِنْ رَجَعَ رمضن فَأَكْرِمْهُ ~ “In raja'a Ramadhan fa-akrimhu”, jika Ramadhan telah pulang  maka muliakanlah ia. Susunan kata  ini, bila diucapkan orang yang mendengar dapat mengerti, susunan ini baru menjadi susunan yang sempurna dan memberikan faedah yang sempurna yang dinamakan Al-Kalam = اَلْكَلاَمُ disebut juga dengan Jumlah Mufidah.

Untuk selanjutnya Jumlah Mufidah kita sebut dengan Al-Jumlah  atau Al-Kalam =  اَلْكَلاَمُ 
 Al-Jumlah terbagi dua:
1. Jumlah Ismiyah
2. Jumlah Fi’liyah
     Keterangan:
1.  Jumlah Ismiyah: adalah jumlah yang diawali dengan Isim
     Contoh:  مُحَمَّدٌ نَبِيٌّ
            Jumlah atau Kalimat ini diawali dengan مُحَمَّدٌ ~ Muhammadun, Isim, tandanya adalah dhommahtain.
2. Jumlah Fi’liyah:  adalah jumlah yang diawali dengan Fi’il.       
     Contoh:  ذَهَبَ زَيْدٌ ~ dzahaba Zaidun = Zaid telah pergi. 
            Jumlah atau Kalimat ini diawali dengan  ذَهَبَ ~ dzahaba = pergi. Bila Al-Jumlah (Kalam) diawali dengan  Fi'il maka Al-Jumlah tersebut adalah  Jumlah Fi'liyah.
   Penjelasan :
v Lafadz: adalah suara atau bunyi yang mengandung sebagian huruf hijaiyah, sebagai contoh زيد (zaidun) artinya Zaid, bunyi tersebut disebut lafadz karena mengandung hurufز (za), ي (ya) dan د (dal). Bila ada suatu bunyi atau suara yang tidak mengandung sebagian huruf hijaiyah seperti bunyi gendang, maka tidak dinamakan lafadz. Tidak termasuk lafadz, sesuatu yang bermakna akan tetapi tidak berbentuk bunyi atau suara seperti isyarat, tulisan, teka-teki dan nashab.
Murakkab: adalah sesuatu yang tersusun dari dua kalimah atau lebih, Contohnya adalah قام زيد dan زيد قائم . Contoh yang pertama  tersusun dari fi’il dan fa’il, setiap fa’il harus marfu’. Contoh kedua tersusun dari mubtada dan  khabar.  Setiap  mubtada harus marfu’ sebab  ibtida, dan setiap  khabar  harus  marfu’ sebab  mubtada. Maka tidak terlolong  v terlolong  murakkab suatu kalimat yang masih berdiri sendiri seperti kalimah زيد (Zaidun), kalimah ini juga tidak bisa dikatakan kalam menurut para ahli nahwu. 
v Mufid: adalah sesuatu yang bermakna jelas, bisa difahami oleh lawan bicara dan tidak menyisakan penasaran dari lawan bicara sehingga tidak perlu meminta penjelasan tambahan dari pembicara. Seperti قام زيد (qa-ma zaidun) dan زيد قائم (zaidun qa-imun). Keduanya sudah bermakna jelas, bisa difahami oleh lawan bicara dan tidak menyisakan penasaran dari lawan bicara sehingga tidak perlu meminta penjelasan tambahan dari pembicara. Makna keduanya adalah kabar bahwa yang berdiri adalah Zaid bukan yang lain. Jadi kedua contoh tersebut dikatakan sudah mufidz karena lawan bicara ketika menerima kabar tersebut tidak penasaran lagi dan tidak menunggu kelanjutannya yang membuat kalam semakin sempurna. Disisi lain si pembicara cukup bilang itu saja tidak harus menambahkan penjelasan tambahan karena sudah bisa difahami.         
Dan Tidak tergolong mufidz, suatu kalam bila sudah murakkab tapi belum mufidz contohnya: غلام زيد (ghulamu zaidin) yang tidak di sandarkan ke kalimah lain dan ان قام زيد (in qa-ma zaidun). Kedua contoh tersebut belum sempurna karena belum jelas maksudnya. Keduanya baru sempurna bila ditambah dengan kalimah lain atau disebutkan jawab-syarat. Dengan demikian kedua contoh tersebut tidak termasuk kalam menurut para ahli nahwu.

v Setidaknya terdapat dua versi mengenai penafsiran istilah wadha’. Sebagian menafsiri Wadha’ adalah dilakukan secara sadar dan sengaja. Maka setiap ucapan yang dilakukan tidak dalam keadaan sadar seperti orang yang mengigau atau terkejut maka tidak termasuk kalam. Sebagian lagi menafsirkan wadha’ adalah suara/bunyinya tersebut berbahasa Arab. Maka ucapan selain bahasa Arab seperti bahasa Turki dan Barbar tidak termasuk kalam menurut para ahli nahwu.

            Adapun kesimpulannya:
    Kalam adalah setiap ungkapan yang telah memenuhi keempat kriteria tersebut yakni lafadz yang murakkabmufid dan wadha. contohnya adalah قام زيد (qa-ma zaidun) artinya “Zaid sudah berdiri” dan زيد قائم (zaidun qaimun) artinya “Zaid adalah orang yang berdiri” dan ان قام زيد قام عمر (in qa-ma zidun qama ‘amrun) artinya “Bila Zaid berdiri maka Umar juga berdiri”.
   Contoh pertama tersusun dari fi’il dan fa’il dan contoh kedua tersusun dari mubtada dan khabar sedangkan contoh ketiga tersusun dari syarat dan jawab. Semua contoh tersebut telah memenuhi keempat syarat kalam yaitu lafadz, murakkab, mufid dan wadha’. Oleh karena itu ketiga contoh tersebut telah bisa disebut dengan kalam.
     2. Kalim adalah rangkaian kata yang terdiri dari tiga kalimah atau lebih, baik satu jenis atau tidak, meskipun tidak memberikan pemahaman dengan baik (tidak mufid).
·       Kalim juga adalah nama jenis yang setiap satu bagiannya disebut kalimat, yaitu: Isim, Fi’il dan Huruf. Jika Kalimat itu menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri tanpa terikat waktu, maka kalimat tersebut dinamakan KALIMAT ISIM. Jika Kalimat itu menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri dengan menyertai waktu, maka Kalimat tsb dinamakan KALIMAT FI’IL. Jika Kalimat itu tidak menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri, melainkan kepada yang lainnya, maka Kalimat tsb dinamakan KALIMAT HURUF. kesimpulannya Kalim dalam Ilmu Nahwu adalah susunan dari tiga kalimat tersebut atau lebih, baik berfaidah ataupun tidak misal: إن قام زيد jika Zaid telah berdiri.
3. Kalimah
            Adapun Kalimah itu terbagi menjadi 3 bagian :
1.  Isim اسم )
2.  Fi’il فعل )
3.  Huruf حرف )
·       Isim adalah adalah setiap kata yang menunjukan sebuah makna kata tersebut dan tidak mengandung sebuah keterangan waktu. Dalam keterangan lain adalah setiap kata yang digunakan untuk memberi nama orang, hewan, tumbuh-tumbuhan, barang dan lain-lainnya. Dalam bahasa Indonesia dinamakan kata benda. Contoh : زَيْدٌ – أَنَا – هَذَا

            Tanda-tanda isim ada 4, yaitu :
1.    Bisa dibaca jar/Khafdh, contoh : مَعْهَدُ الْمُشَرَّفَةِ
2.    Bisa menerima tanwin, contoh : زَيْدٌ وَ رَجَلٌ
3.    Bisa kemasukan huruf-huruf jar, contoh : مَرَرْتُ بِزَيْدٍ
4.    Bisa masuk alif lam
            Diantara huruf-huruf jar adalah :
1.  عَنْ
2.  فِيْ
3.  رُبَّ
4.  البَاء
5. الكَاف     
6.  اللاَم
7.  Huruf Qasam (untuk sumpah) : الوَاوُ وَ البَاءُ وَ التَاءُ 

·       Fi’il adalah setiap kata yang menunjukkan pada terjadinya perbuatan di waktu tertentu. Dalam bahasa Indonesia dinamakan kata kerja.

            Tanda-tanda fi’il antara lain:
1.      Bisa kemasukan  قَدْ, contoh : قَدْ قَامَ زَيْدٌ, قَدْ يَقُوْمُ زَيْدٌ
2.      Bisa kemasukan س , contoh :  سَيَقُوْمُ زَيْدٌ
3.      Bisa kemasukan سَوْفَ , contoh :   سَوْفَ يَقُوْمُ زَيْدٌ
4.      Bisa kemasukan تَاء التَأْنِيْثِ السَّاكِنَةُ  , contoh : قَامَتْ فَاطِمَةٌ
            Fi’il terbagi menjadi 3 bagian :
            1.  Fi’il Madhi (Masa yang telah lalu), setiap fi’il (kata kerja) yang menunjukan terjadinya suatu perbuatan di waktu yang lampau. Contoh : ضَرَبَ, فَتَحَ, عَلِمَ
2.  Fi’il Muhdari’ (Masa yang akan datang dan sedang terjadi), Fi’il Mudhari’ adalah setiap fi’il yang menunjukkan pada hasil suatu pekerjaan di waktu sekarang atau waktu yang akan datang. Fi’il Mudhari’ harus dimulai dengan salah satu dari huruf-huruf Mudhara’ah, yaitu : Hamzah ( أ ), Nun ( ن ), Ya’ ( ي ) atau Ta’ ( ت ). Contoh : يَضْرِبُ, يَفْتَحُ, يَعْلَمُ / نَضْرِبُ, نَفْتَحُ, نَعْلَمُ / تَضْرِبُ, تَفْتَحُ, تَعْلَمُ  /أَضْرِبُ, أَفْتَحُ, أَعْلَمُ
3.  Fi’il Amr (Kata perintah dengan keterangan waktu yang akan datang), Fi’il  Amr adalah fi’il yang meminta hasil dari seuatu kegiatan di waktu        yang akan        datang. Contoh : اضْرِبْ, افْتَحْ, اعْلَمْ
C. Pengertian Huruf
            Huruf adalah setiap kata yang tidak mempunyai makna sempurna kecuali kalau dirangkaikan dengan kata lain.
Contoh :
·       Huruf-huruf Jar seperti : فِي, مِنْ, إِلَى, عَلَى 
·       Huruf-huruf lain seperti: وَ, فَ, ثُمَّ, إِلاَّ, لَمْ
·       Contoh dalam kalimat: صَلَّى أَحْمَدُ فِي الْمَسْجِدِ

BAB I'RAB
A. Pengertian I’rab
            I’rab adalah perubahan akhir kalimah (harokat) karena perbedaan setiap amil yang memasukinya (bersanding), baik secara lapazh atau perkiraan.
Contoh amil : لم لن جاء             

لن يضربَ = dia tidak akan dapat memukul (huruf ب berharokat fathah karena bersanding dengan huruf/amil لن )           
لم نضربْ = dia tidak memukul (huruf ب berharokat sukun/jazm karena bersanding dengan huruf/amil لم )

B. Pembagian I’rab    
       I’rab terbagi empat (umumnya) :       
1. Rafa : berakhiran dhommah      
2. Nashab : berakhiran fathah       
3. Khafad : berakhiran kasrah       
4. Jazm : berakhiran sukun
 Bersambung.............!!!!!! Wassalam.....
Semoga Bermamfaat. kami mohon saran dan kritikan dari kawan-kawan yang insyaAllah kita perbaiki sama-sama.


Sabtu, 11 Oktober 2014

Dayah Salafi Menjawab

Ditengah carut marut dunia pendidikan formal di Indonesia khususnya dibumi aceh serambi mekah, serta ditambah beragam kasus criminal, asusila, dan berderet kasus-kasus lainnya yang setiap tahun bertambah dan kasus yang lagi marak seperti video dan foto porno karya anak didik (pelajar) yang sangat mencoreng dunia pendidikan di Bumi Aceh. Hal ini merupakan sebuah pertanda gagalnya system dan roda pendidikan formal di Indonesia. Pertanyaanya apa yang salah dengan system pendidikan kita? Dan mengapa bisa sedemikian parah wajah pendidikan bumi aceh yang merupakan daerah otonomi kusus yang diberikan oleh pemerintah RI.

Mungkin banyak lembaga pendidikan formal yang bisa dikatakan berhasil mendidik anak bangsa menjadi orang yang cerdas secara intelektualitas, tetapi gagal mendidik anak bangsa menjadi orang yang bermoral, berkarakter dan berakhlak mulia.

Mungkin sebagian kita sering menganggap bahwa kemajuan pendidikan diukur dari segi kecerdasan otak saja. Sedangkan pendidikan moral dan akhlak yang menyangkut kepada pendidikan agama sangat kurang dan bahkan mungkin tidak terpikirkan sama sekali oleh sang pendidik. Inilah yang membuat karakter, akhlak dan moral anak bangsa hancur berkeping-keping. Secara tidak langsung kita telah terjebak dalam pendidikan sekuler dan liberal yang terus-menerus menyusup dalam pendidikan formal dan itulah hasilnya.

Dayah Salafi sebagai solusi.
Dengan realitas tersebut, maka aceh perlu mengembangkan pola pendidikan kusus dari Bumi Aceh sendiri yaitu pendidikan ala pesantren. Karena pesantren telah terbukti mampu mencetak kader-kader anak bangsa yang lebih berkarakter dibanding lembaga pendidikan formal lainnya. Apalagi jika dayah (pesantren) dikelola dan dikembangkan dengan baik serta didukung oleh pemerintah sepenuhnya.

Sistem pengawasan dan pendidikan yang diterapkan di dayah salafi akan melatih anak didik untuk selalu disiplin dan terbiasa mematuhi aturan yang ada, jika aturan dilanggar, tentu harus ada sanksi yang diterima. Sudah banyak yang merasakan manfaat sistem dayah salafi  ini. Memang ada yang gagal prosentasinya sangat minim, karena tentu tidak semua benih yang ditanam akan berhasil.

Sistem pendidikan di negara-negara barat pun telah mengadopsi sistem pesantren dengan menerapkan sistem asrama bagi siswanya dengan pengawasan yang ketat, dan mereka pun berhasil. Sayangnya sistem pesantren ini hanya diadakan sampai tingkat pendidikan menengah atas saja. Untuk tingkat pendidikan tinggi sistem pesantren ini belum banyak dikembangkan. Hal ini menyebabkan anak didik yang biasa terawasi menjadi lepas kendali setelah mereka masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Di Aceh, dayah salafi identik dengan tempat pembuangan anak-anak bermasalah baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun sekitarnya. Demi menghilangkan image bahwa pesantren hanya untuk mendidik anak buangan, anak yang bandel atau anak yang telah rusak akhlaknya, selayaknya kita juga perlu mensosialisasikan pentingnya penerapan pendidikan dayah salafi untuk semua kalangan tidak terkecuali. Logikanya, jika anak bermasalah saja bisa dididik menjadi baik, apalagi anak yang baik tentu akan semakin menjadi baik jika mau belajar di dayah salafi.

Dayah salafi memiliki peluang besar dalam melahirkan SDM yang berkompoten dan berkualitas dengan catatan dayah salafi mampu beradaptasi dengan globalisasi yang sedang terjadi tanpa meninggalkan watak kesalafihannya. Minimal ada beberapa alasan mengapa pesantren mempunyai peluang lebih besar dari pada lembaga pendidikan formal pada umumnya: (1) dayah salafi yang ditempati generasi bangsa dengan pendidikan yang tiada batas, (2) pendidikan dayah salafi yang memberikan keseimbangan anatara pemenuhan lahir dan batin (3) pendidikan dayah salafi telah tersebar di berbagai wilayah nusantara, dan (4) pendidikan dayah salafi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan kultur sosial di masyarakat.

Dengan demikian, dayah salafi adalah sebagai solusi dalam menghadapi berbagai macam problematika dan arus globalisasi yang menyeret anak bangsa kelimbah nista.
Menyambut hal itu, pemerintah harus melakukan sejumlah rekonstruksi, dari pengembangan kurikulum pendidikan formal yang harus lebih berlandaskan Islam, hingga penataan waktuyang lebih untuk pendidikan agama. Pemerintah  harus segera bangun dari tidur panjangnya, melihat realitas yang berkembang di masyarakat secara holistik, dan kemudian menenentukan langkah-langkah konkret yang strategis dan sistematis dalam menghadapi semua permasalahan ini. Wassalam…(Salam Anak santri). Mizy Aneuk Abu.