A. Pengertian Kalam, Kalim dan Kalimah
1. Kalam adalah sebuah kata (lafadh) yang
tersusun (murakab) yang memiliki faedah (mufid) yang diucapkan dengan secara
sengaja. Contoh : قَامَ زَيْدٌ (Zaid telah berdiri). Al-Kalam disebut juga dengan Al-Jumlah
Al-Mufidah. Apabila ada susunan kata yang tidak memberikan
faedah yang sempurna
(walau terdiri lebih dari tiga kata), susunan
kata ini tidak dinamakan sebagai اَلْكَلاَمُ atau Jumlah Mufidah (kalam
yang sempurna).
Contoh sederhana:
إِنْ رَجَعَ رمضن ~ In raja'a ramdhan = Jika Ramadhan telah
pulang, tersusun dari tiga kata ; إِنْ ~In=jika; رَجَعَ ~raja'a=
telah pulang; dan رمضن ~ Ramadhan. Susunan kata dalam إِنْ رَجَعَ رمضن ~ In
raja'a Ramadhan = jika Ramadhan telah pulang yang mendengar masih menunggu
jawaban, ...."Jika Ramadhan telah pulang....terus ngapain? Ini
menunjukkan bahwasanya susunan tersebut tidak sempurna atau tidak
memberikan faedah yang sempurna, tidak dikatakan Al-Kalam
= اَلْكَلاَمُ atau Jumlah Mufidah.
Untuk menyempurnakan menjadi Jumlah
Mufidah, misalnya kita tambahkan kata فَأَكْرِمْهُ (fa-akrimhu), maka muliakanlah, kalimatnya
menjadi: إِنْ رَجَعَ رمضن فَأَكْرِمْهُ ~ “In raja'a Ramadhan
fa-akrimhu”, jika Ramadhan telah pulang maka muliakanlah ia. Susunan
kata ini, bila diucapkan orang yang mendengar dapat mengerti, susunan ini
baru menjadi susunan yang sempurna dan memberikan faedah yang
sempurna yang dinamakan Al-Kalam = اَلْكَلاَمُ disebut juga dengan Jumlah Mufidah.
Untuk selanjutnya Jumlah Mufidah kita sebut dengan Al-Jumlah
atau Al-Kalam = اَلْكَلاَمُ
1. Jumlah Ismiyah
2. Jumlah Fi’liyah
Keterangan:
1. Jumlah Ismiyah: adalah jumlah yang diawali dengan Isim
1. Jumlah Ismiyah: adalah jumlah yang diawali dengan Isim
Contoh: مُحَمَّدٌ نَبِيٌّ
Jumlah atau Kalimat ini diawali
dengan مُحَمَّدٌ ~ Muhammadun, Isim, tandanya adalah dhommahtain.
2. Jumlah
Fi’liyah: adalah jumlah yang diawali dengan Fi’il.
Contoh: ذَهَبَ زَيْدٌ ~ dzahaba Zaidun = Zaid telah pergi.
Contoh: ذَهَبَ زَيْدٌ ~ dzahaba Zaidun = Zaid telah pergi.
Jumlah
atau Kalimat ini diawali dengan ذَهَبَ ~ dzahaba = pergi. Bila
Al-Jumlah (Kalam) diawali dengan Fi'il maka Al-Jumlah tersebut
adalah Jumlah Fi'liyah.
Penjelasan :
Penjelasan :
v
Lafadz: adalah suara atau
bunyi yang mengandung sebagian huruf hijaiyah, sebagai contoh زيد (zaidun)
artinya Zaid, bunyi tersebut disebut lafadz karena mengandung hurufز (za),
ي (ya)
dan د
(dal). Bila ada suatu bunyi atau suara yang tidak mengandung sebagian
huruf hijaiyah seperti bunyi gendang, maka tidak dinamakan lafadz.
Tidak termasuk lafadz, sesuatu yang bermakna akan tetapi tidak
berbentuk bunyi atau suara seperti isyarat, tulisan, teka-teki dan nashab.
Murakkab:
adalah sesuatu yang tersusun dari dua kalimah atau lebih,
Contohnya adalah قام زيد dan زيد قائم . Contoh yang pertama tersusun dari fi’il dan fa’il,
setiap fa’il harus marfu’. Contoh kedua tersusun
dari mubtada dan khabar. Setiap mubtada harus marfu’ sebab
ibtida, dan setiap khabar harus marfu’ sebab
mubtada. Maka tidak terlolong v terlolong
murakkab suatu kalimat yang masih berdiri sendiri
seperti kalimah زيد (Zaidun), kalimah ini
juga tidak bisa dikatakan kalam menurut para ahli nahwu.
v Mufid:
adalah sesuatu yang bermakna jelas, bisa difahami oleh lawan bicara dan
tidak menyisakan penasaran dari lawan bicara sehingga tidak perlu meminta
penjelasan tambahan dari pembicara. Seperti قام زيد (qa-ma zaidun) dan زيد قائم (zaidun
qa-imun). Keduanya sudah bermakna jelas, bisa difahami oleh lawan bicara
dan tidak menyisakan penasaran dari lawan bicara sehingga tidak perlu meminta
penjelasan tambahan dari pembicara. Makna keduanya adalah kabar bahwa yang
berdiri adalah Zaid bukan yang lain. Jadi kedua contoh tersebut dikatakan
sudah mufidz karena lawan bicara ketika menerima kabar
tersebut tidak penasaran lagi dan tidak menunggu kelanjutannya yang membuat
kalam semakin sempurna. Disisi lain si pembicara cukup bilang itu saja tidak
harus menambahkan penjelasan tambahan karena sudah bisa difahami.
Dan Tidak tergolong mufidz, suatu
kalam bila sudah murakkab tapi belum mufidz contohnya:
غلام زيد
(ghulamu zaidin) yang tidak di sandarkan ke kalimah lain dan
ان قام زيد
(in qa-ma zaidun). Kedua contoh tersebut belum sempurna karena belum
jelas maksudnya. Keduanya baru sempurna bila ditambah dengan kalimah lain
atau disebutkan jawab-syarat. Dengan demikian kedua contoh tersebut
tidak termasuk kalam menurut para ahli nahwu.
v
Setidaknya terdapat dua versi mengenai
penafsiran istilah wadha’. Sebagian menafsiri Wadha’ adalah
dilakukan secara sadar dan sengaja. Maka setiap ucapan yang dilakukan tidak dalam keadaan sadar seperti orang yang
mengigau atau terkejut maka tidak termasuk kalam. Sebagian lagi
menafsirkan wadha’ adalah suara/bunyinya tersebut berbahasa
Arab. Maka ucapan selain bahasa Arab seperti bahasa Turki dan Barbar tidak
termasuk kalam menurut para ahli nahwu.
Adapun
kesimpulannya:
Kalam
adalah setiap ungkapan yang telah memenuhi keempat kriteria tersebut
yakni lafadz yang murakkab, mufid dan wadha.
contohnya adalah قام زيد (qa-ma zaidun) artinya “Zaid sudah berdiri” dan زيد قائم (zaidun
qaimun) artinya “Zaid adalah orang yang berdiri” dan ان قام زيد قام عمر (in
qa-ma zidun qama ‘amrun) artinya “Bila Zaid berdiri maka Umar juga
berdiri”.
Contoh
pertama tersusun dari fi’il dan fa’il dan
contoh kedua tersusun dari mubtada dan khabar sedangkan
contoh ketiga tersusun dari syarat dan jawab.
Semua contoh tersebut telah memenuhi keempat syarat kalam yaitu lafadz,
murakkab, mufid dan wadha’. Oleh karena itu ketiga contoh tersebut telah
bisa disebut dengan kalam.
2. Kalim adalah rangkaian kata yang terdiri
dari tiga kalimah atau lebih, baik satu jenis atau tidak, meskipun tidak
memberikan pemahaman dengan baik (tidak mufid).
·
Kalim juga adalah nama
jenis yang setiap satu bagiannya disebut kalimat, yaitu: Isim, Fi’il dan Huruf.
Jika Kalimat itu menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri tanpa terikat
waktu, maka kalimat tersebut dinamakan KALIMAT ISIM. Jika Kalimat itu
menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri dengan menyertai waktu, maka
Kalimat tsb dinamakan KALIMAT FI’IL. Jika Kalimat itu tidak menunjukkan suatu
arti pada dirinya sendiri, melainkan kepada yang lainnya, maka Kalimat tsb
dinamakan KALIMAT HURUF. kesimpulannya Kalim dalam Ilmu Nahwu adalah susunan
dari tiga kalimat tersebut atau lebih, baik berfaidah ataupun tidak
misal: إن قام زيد jika Zaid telah berdiri.
3. Kalimah
Adapun
Kalimah itu terbagi menjadi 3 bagian :
1. Isim ( اسم )
2. Fi’il ( فعل )
3. Huruf ( حرف )
·
Isim adalah adalah setiap
kata yang menunjukan sebuah makna kata tersebut dan tidak mengandung sebuah
keterangan waktu. Dalam keterangan lain adalah setiap kata yang digunakan untuk
memberi nama orang, hewan, tumbuh-tumbuhan, barang dan lain-lainnya. Dalam
bahasa Indonesia dinamakan kata benda. Contoh : زَيْدٌ – أَنَا – هَذَا
Tanda-tanda
isim ada 4, yaitu :
1. Bisa dibaca jar/Khafdh, contoh : مَعْهَدُ الْمُشَرَّفَةِ
2. Bisa menerima tanwin, contoh : زَيْدٌ وَ رَجَلٌ
3. Bisa kemasukan huruf-huruf jar, contoh
: مَرَرْتُ بِزَيْدٍ
4.
Bisa masuk alif lam
Diantara
huruf-huruf jar adalah :
1. عَنْ
2. فِيْ
3. رُبَّ
4. البَاء
5. الكَاف
6. اللاَم
7. Huruf Qasam (untuk sumpah) : الوَاوُ وَ البَاءُ وَ
التَاءُ
·
Fi’il adalah setiap kata
yang menunjukkan pada terjadinya perbuatan di waktu tertentu. Dalam bahasa
Indonesia dinamakan kata kerja.
Tanda-tanda
fi’il antara lain:
1. Bisa
kemasukan قَدْ, contoh : قَدْ
قَامَ زَيْدٌ, قَدْ يَقُوْمُ زَيْدٌ
2. Bisa
kemasukan س , contoh : سَيَقُوْمُ زَيْدٌ
3. Bisa
kemasukan سَوْفَ , contoh : سَوْفَ يَقُوْمُ زَيْدٌ
4. Bisa
kemasukan تَاء التَأْنِيْثِ السَّاكِنَةُ , contoh : قَامَتْ فَاطِمَةٌ
Fi’il
terbagi menjadi 3 bagian :
1. Fi’il
Madhi (Masa yang telah lalu), setiap fi’il (kata kerja) yang menunjukan
terjadinya suatu perbuatan di waktu yang lampau. Contoh : ضَرَبَ, فَتَحَ, عَلِمَ
2. Fi’il Muhdari’
(Masa yang akan datang dan sedang terjadi), Fi’il Mudhari’ adalah setiap fi’il
yang menunjukkan pada hasil suatu pekerjaan di waktu sekarang atau waktu yang
akan datang. Fi’il Mudhari’ harus dimulai dengan salah satu dari huruf-huruf
Mudhara’ah, yaitu : Hamzah ( أ ), Nun ( ن ), Ya’ ( ي )
atau Ta’ ( ت ). Contoh : يَضْرِبُ,
يَفْتَحُ, يَعْلَمُ / نَضْرِبُ, نَفْتَحُ, نَعْلَمُ / تَضْرِبُ, تَفْتَحُ,
تَعْلَمُ /أَضْرِبُ, أَفْتَحُ, أَعْلَمُ
3. Fi’il Amr (Kata perintah dengan keterangan
waktu yang akan datang), Fi’il Amr adalah fi’il yang meminta hasil dari
seuatu kegiatan di waktu yang akan datang. Contoh : اضْرِبْ, افْتَحْ, اعْلَمْ
C. Pengertian Huruf
Huruf
adalah setiap kata yang tidak mempunyai makna sempurna kecuali kalau
dirangkaikan dengan kata lain.
Contoh :
·
Huruf-huruf Jar seperti
: فِي, مِنْ, إِلَى, عَلَى
·
Huruf-huruf lain
seperti: وَ, فَ, ثُمَّ, إِلاَّ, لَمْ
·
Contoh dalam kalimat: صَلَّى أَحْمَدُ فِي الْمَسْجِدِ
BAB
I'RAB
A. Pengertian I’rab
I’rab
adalah perubahan akhir kalimah (harokat) karena perbedaan setiap amil yang
memasukinya (bersanding), baik secara lapazh atau perkiraan.
Contoh amil : لم لن جاء
لن يضربَ
= dia tidak akan dapat memukul (huruf ب berharokat fathah karena bersanding dengan
huruf/amil لن )
لم نضربْ
= dia tidak memukul (huruf ب berharokat sukun/jazm karena bersanding dengan huruf/amil لم )
B. Pembagian I’rab
I’rab terbagi empat (umumnya) :
1. Rafa : berakhiran dhommah
2. Nashab : berakhiran fathah
3. Khafad : berakhiran kasrah
4. Jazm : berakhiran sukun

Tidak ada komentar:
Posting Komentar