Minggu, 12 Oktober 2014

Ringkasan Ilmu Nahwu

BAB KALAM
A. Pengertian Kalam, Kalim dan Kalimah
1.  Kalam adalah sebuah kata (lafadh) yang tersusun (murakab) yang memiliki faedah (mufid) yang diucapkan dengan secara sengaja. Contoh :  قَامَ زَيْدٌ (Zaid telah berdiri). Al-Kalam  disebut juga dengan Al-Jumlah Al-Mufidah. Apabila ada susunan  kata  yang  tidak  memberikan  faedah  yang  sempurna  (walau  terdiri lebih dari  tiga kata), susunan kata ini tidak dinamakan sebagai اَلْكَلاَمُ  atau Jumlah Mufidah (kalam yang sempurna).
Contoh sederhana:   
إِنْ رَجَعَ رمضن ~ In raja'a ramdhan = Jika Ramadhan telah pulang, tersusun dari tiga kata ; إِنْ ~In=jika;  رَجَعَ ~raja'a= telah pulang; dan رمضن  ~ Ramadhan. Susunan kata dalam إِنْ رَجَعَ رمضن ~ In raja'a Ramadhan = jika Ramadhan telah pulang yang mendengar masih menunggu jawaban, ...."Jika Ramadhan telah pulang....terus ngapain?  Ini menunjukkan bahwasanya susunan tersebut tidak sempurna atau tidak memberikan faedah yang sempurna, tidak  dikatakan  Al-Kalam =  اَلْكَلاَمُ  atau  Jumlah Mufidah.
            Untuk menyempurnakan menjadi Jumlah Mufidah,  misalnya  kita  tambahkan kata فَأَكْرِمْهُ (fa-akrimhu), maka muliakanlah,  kalimatnya menjadi: إِنْ رَجَعَ رمضن فَأَكْرِمْهُ ~ “In raja'a Ramadhan fa-akrimhu”, jika Ramadhan telah pulang  maka muliakanlah ia. Susunan kata  ini, bila diucapkan orang yang mendengar dapat mengerti, susunan ini baru menjadi susunan yang sempurna dan memberikan faedah yang sempurna yang dinamakan Al-Kalam = اَلْكَلاَمُ disebut juga dengan Jumlah Mufidah.

Untuk selanjutnya Jumlah Mufidah kita sebut dengan Al-Jumlah  atau Al-Kalam =  اَلْكَلاَمُ 
 Al-Jumlah terbagi dua:
1. Jumlah Ismiyah
2. Jumlah Fi’liyah
     Keterangan:
1.  Jumlah Ismiyah: adalah jumlah yang diawali dengan Isim
     Contoh:  مُحَمَّدٌ نَبِيٌّ
            Jumlah atau Kalimat ini diawali dengan مُحَمَّدٌ ~ Muhammadun, Isim, tandanya adalah dhommahtain.
2. Jumlah Fi’liyah:  adalah jumlah yang diawali dengan Fi’il.       
     Contoh:  ذَهَبَ زَيْدٌ ~ dzahaba Zaidun = Zaid telah pergi. 
            Jumlah atau Kalimat ini diawali dengan  ذَهَبَ ~ dzahaba = pergi. Bila Al-Jumlah (Kalam) diawali dengan  Fi'il maka Al-Jumlah tersebut adalah  Jumlah Fi'liyah.
   Penjelasan :
v Lafadz: adalah suara atau bunyi yang mengandung sebagian huruf hijaiyah, sebagai contoh زيد (zaidun) artinya Zaid, bunyi tersebut disebut lafadz karena mengandung hurufز (za), ي (ya) dan د (dal). Bila ada suatu bunyi atau suara yang tidak mengandung sebagian huruf hijaiyah seperti bunyi gendang, maka tidak dinamakan lafadz. Tidak termasuk lafadz, sesuatu yang bermakna akan tetapi tidak berbentuk bunyi atau suara seperti isyarat, tulisan, teka-teki dan nashab.
Murakkab: adalah sesuatu yang tersusun dari dua kalimah atau lebih, Contohnya adalah قام زيد dan زيد قائم . Contoh yang pertama  tersusun dari fi’il dan fa’il, setiap fa’il harus marfu’. Contoh kedua tersusun dari mubtada dan  khabar.  Setiap  mubtada harus marfu’ sebab  ibtida, dan setiap  khabar  harus  marfu’ sebab  mubtada. Maka tidak terlolong  v terlolong  murakkab suatu kalimat yang masih berdiri sendiri seperti kalimah زيد (Zaidun), kalimah ini juga tidak bisa dikatakan kalam menurut para ahli nahwu. 
v Mufid: adalah sesuatu yang bermakna jelas, bisa difahami oleh lawan bicara dan tidak menyisakan penasaran dari lawan bicara sehingga tidak perlu meminta penjelasan tambahan dari pembicara. Seperti قام زيد (qa-ma zaidun) dan زيد قائم (zaidun qa-imun). Keduanya sudah bermakna jelas, bisa difahami oleh lawan bicara dan tidak menyisakan penasaran dari lawan bicara sehingga tidak perlu meminta penjelasan tambahan dari pembicara. Makna keduanya adalah kabar bahwa yang berdiri adalah Zaid bukan yang lain. Jadi kedua contoh tersebut dikatakan sudah mufidz karena lawan bicara ketika menerima kabar tersebut tidak penasaran lagi dan tidak menunggu kelanjutannya yang membuat kalam semakin sempurna. Disisi lain si pembicara cukup bilang itu saja tidak harus menambahkan penjelasan tambahan karena sudah bisa difahami.         
Dan Tidak tergolong mufidz, suatu kalam bila sudah murakkab tapi belum mufidz contohnya: غلام زيد (ghulamu zaidin) yang tidak di sandarkan ke kalimah lain dan ان قام زيد (in qa-ma zaidun). Kedua contoh tersebut belum sempurna karena belum jelas maksudnya. Keduanya baru sempurna bila ditambah dengan kalimah lain atau disebutkan jawab-syarat. Dengan demikian kedua contoh tersebut tidak termasuk kalam menurut para ahli nahwu.

v Setidaknya terdapat dua versi mengenai penafsiran istilah wadha’. Sebagian menafsiri Wadha’ adalah dilakukan secara sadar dan sengaja. Maka setiap ucapan yang dilakukan tidak dalam keadaan sadar seperti orang yang mengigau atau terkejut maka tidak termasuk kalam. Sebagian lagi menafsirkan wadha’ adalah suara/bunyinya tersebut berbahasa Arab. Maka ucapan selain bahasa Arab seperti bahasa Turki dan Barbar tidak termasuk kalam menurut para ahli nahwu.

            Adapun kesimpulannya:
    Kalam adalah setiap ungkapan yang telah memenuhi keempat kriteria tersebut yakni lafadz yang murakkabmufid dan wadha. contohnya adalah قام زيد (qa-ma zaidun) artinya “Zaid sudah berdiri” dan زيد قائم (zaidun qaimun) artinya “Zaid adalah orang yang berdiri” dan ان قام زيد قام عمر (in qa-ma zidun qama ‘amrun) artinya “Bila Zaid berdiri maka Umar juga berdiri”.
   Contoh pertama tersusun dari fi’il dan fa’il dan contoh kedua tersusun dari mubtada dan khabar sedangkan contoh ketiga tersusun dari syarat dan jawab. Semua contoh tersebut telah memenuhi keempat syarat kalam yaitu lafadz, murakkab, mufid dan wadha’. Oleh karena itu ketiga contoh tersebut telah bisa disebut dengan kalam.
     2. Kalim adalah rangkaian kata yang terdiri dari tiga kalimah atau lebih, baik satu jenis atau tidak, meskipun tidak memberikan pemahaman dengan baik (tidak mufid).
·       Kalim juga adalah nama jenis yang setiap satu bagiannya disebut kalimat, yaitu: Isim, Fi’il dan Huruf. Jika Kalimat itu menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri tanpa terikat waktu, maka kalimat tersebut dinamakan KALIMAT ISIM. Jika Kalimat itu menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri dengan menyertai waktu, maka Kalimat tsb dinamakan KALIMAT FI’IL. Jika Kalimat itu tidak menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri, melainkan kepada yang lainnya, maka Kalimat tsb dinamakan KALIMAT HURUF. kesimpulannya Kalim dalam Ilmu Nahwu adalah susunan dari tiga kalimat tersebut atau lebih, baik berfaidah ataupun tidak misal: إن قام زيد jika Zaid telah berdiri.
3. Kalimah
            Adapun Kalimah itu terbagi menjadi 3 bagian :
1.  Isim اسم )
2.  Fi’il فعل )
3.  Huruf حرف )
·       Isim adalah adalah setiap kata yang menunjukan sebuah makna kata tersebut dan tidak mengandung sebuah keterangan waktu. Dalam keterangan lain adalah setiap kata yang digunakan untuk memberi nama orang, hewan, tumbuh-tumbuhan, barang dan lain-lainnya. Dalam bahasa Indonesia dinamakan kata benda. Contoh : زَيْدٌ – أَنَا – هَذَا

            Tanda-tanda isim ada 4, yaitu :
1.    Bisa dibaca jar/Khafdh, contoh : مَعْهَدُ الْمُشَرَّفَةِ
2.    Bisa menerima tanwin, contoh : زَيْدٌ وَ رَجَلٌ
3.    Bisa kemasukan huruf-huruf jar, contoh : مَرَرْتُ بِزَيْدٍ
4.    Bisa masuk alif lam
            Diantara huruf-huruf jar adalah :
1.  عَنْ
2.  فِيْ
3.  رُبَّ
4.  البَاء
5. الكَاف     
6.  اللاَم
7.  Huruf Qasam (untuk sumpah) : الوَاوُ وَ البَاءُ وَ التَاءُ 

·       Fi’il adalah setiap kata yang menunjukkan pada terjadinya perbuatan di waktu tertentu. Dalam bahasa Indonesia dinamakan kata kerja.

            Tanda-tanda fi’il antara lain:
1.      Bisa kemasukan  قَدْ, contoh : قَدْ قَامَ زَيْدٌ, قَدْ يَقُوْمُ زَيْدٌ
2.      Bisa kemasukan س , contoh :  سَيَقُوْمُ زَيْدٌ
3.      Bisa kemasukan سَوْفَ , contoh :   سَوْفَ يَقُوْمُ زَيْدٌ
4.      Bisa kemasukan تَاء التَأْنِيْثِ السَّاكِنَةُ  , contoh : قَامَتْ فَاطِمَةٌ
            Fi’il terbagi menjadi 3 bagian :
            1.  Fi’il Madhi (Masa yang telah lalu), setiap fi’il (kata kerja) yang menunjukan terjadinya suatu perbuatan di waktu yang lampau. Contoh : ضَرَبَ, فَتَحَ, عَلِمَ
2.  Fi’il Muhdari’ (Masa yang akan datang dan sedang terjadi), Fi’il Mudhari’ adalah setiap fi’il yang menunjukkan pada hasil suatu pekerjaan di waktu sekarang atau waktu yang akan datang. Fi’il Mudhari’ harus dimulai dengan salah satu dari huruf-huruf Mudhara’ah, yaitu : Hamzah ( أ ), Nun ( ن ), Ya’ ( ي ) atau Ta’ ( ت ). Contoh : يَضْرِبُ, يَفْتَحُ, يَعْلَمُ / نَضْرِبُ, نَفْتَحُ, نَعْلَمُ / تَضْرِبُ, تَفْتَحُ, تَعْلَمُ  /أَضْرِبُ, أَفْتَحُ, أَعْلَمُ
3.  Fi’il Amr (Kata perintah dengan keterangan waktu yang akan datang), Fi’il  Amr adalah fi’il yang meminta hasil dari seuatu kegiatan di waktu        yang akan        datang. Contoh : اضْرِبْ, افْتَحْ, اعْلَمْ
C. Pengertian Huruf
            Huruf adalah setiap kata yang tidak mempunyai makna sempurna kecuali kalau dirangkaikan dengan kata lain.
Contoh :
·       Huruf-huruf Jar seperti : فِي, مِنْ, إِلَى, عَلَى 
·       Huruf-huruf lain seperti: وَ, فَ, ثُمَّ, إِلاَّ, لَمْ
·       Contoh dalam kalimat: صَلَّى أَحْمَدُ فِي الْمَسْجِدِ

BAB I'RAB
A. Pengertian I’rab
            I’rab adalah perubahan akhir kalimah (harokat) karena perbedaan setiap amil yang memasukinya (bersanding), baik secara lapazh atau perkiraan.
Contoh amil : لم لن جاء             

لن يضربَ = dia tidak akan dapat memukul (huruf ب berharokat fathah karena bersanding dengan huruf/amil لن )           
لم نضربْ = dia tidak memukul (huruf ب berharokat sukun/jazm karena bersanding dengan huruf/amil لم )

B. Pembagian I’rab    
       I’rab terbagi empat (umumnya) :       
1. Rafa : berakhiran dhommah      
2. Nashab : berakhiran fathah       
3. Khafad : berakhiran kasrah       
4. Jazm : berakhiran sukun
 Bersambung.............!!!!!! Wassalam.....
Semoga Bermamfaat. kami mohon saran dan kritikan dari kawan-kawan yang insyaAllah kita perbaiki sama-sama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar