Jumat, 28 November 2014

Dayah Sebuah Alternatif di Zaman Era Globalisasi
            Banyak orang tua yang selalu memikirkan untuk memlilih kampus, universitas dan sekolah lanjutan terfavorit untuk anak tercinta. Sementara bila kita perhatikan saat ini, dunia pendidikan terus tumbuh dan berkembang dengan pesat “bak jamur dimusim hujan”, baik dari sisi pengembangan kurikulum, metode pengajaran maupun kualitas pendidikan itu sendiri.
            Sebenarnya para tua tidak perlu terlalu letih memikirkan pendidikan anak-anaknya. Sebab, ada dayah (pondok pesantren) baik itu terpadu maupun non terpadu, yang merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang perlu dijadikan pilihan dan idola, karena dayah mampu mempertahankan dirinya di tengah-tengah masyarakat yang semakin modern.
            Dayah di Aceh adalah sebagai salah satu lembaga pendidikan keagamaan non formal merupakan realitas yang tidak bisa dipungkiri. Sepanjang sejarahnya, dayah terus menekuni pendidikan agama, baik itu tauhid, fiqh, dan tasawuf dan lain-lainnya, serta menjadikannya sebagai fokus kegiatan guna mencetak generasi yang berakhlak dikemudian hari. Ironisnya, masih banyak yang memandang dayah sebagai  lembaga pendidikan yang ketinggalan zaman dan terkesan tidak maju-maju. Seperti kita lihat di media-media, dalam seminar bahkan kalangan intelektual pun ikut mengkritik “dayah salafi sudah ketinggalan”. Padahal justru saat ini, dayah sudah mengalami banyak kemajuan dan perubahan, baik itu dalam aspek pendidikan keagamaan, teknologi, dan  disiplin ilmu lainnya.
            Sistem dayah dinilai sangat baik daari sisi pendekatan dan pembentukan kemandirian dan karakter santri, karena santri yang belajar diharuskan menginap dan terbiasa mandiri, jauh dari orang tua. Sesama santri dan para guru pun seperti sebuah keluarga yang memiliki kedekatan hubungan emosional.
            Di era globalisasi  ini, di tengah pergaulan yang semakin bebas, dan pendidikan yang bersifat liberal, salah satunya dapat menyebabkan terjadinya dekadensi moral  anak, dan dayah merupakan sebuah alternatif terbaik dalam upaya membentuk karakter generasi muda yang beriman, berilmu, berakhlak dan berketerampilan baik.
            Ini sesuai seperti disampaikan oleh H. Ahmad.S.Ag.(Ketua FKSPP Kobi) pondok pesantren (dayah) adalah sebagai lembaga keagamaan yang bersifat religiusitas  dengan  basic  tafaqqahu fiddin (pendalaman, penelaran serta pengamalan nilai nilai luhur agama). Dayah juga wilayahnya aman, lingkungan sehat dan nyaman, wilayah steril dari  virus dosa dan kemaksiatan serta zona aman dan selamat dari amal sia-sia. Kita bisa ambil istilah “waman dakhalahu kaana aaminan”. Dan dayah itu adalah tempat mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan  pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Wakil Menteri Agama RI Nasaruddin Umar mengatakan, sistem pendidikan pesantren bisa membangun kepribadian anak sesuai dengan pola pendidikan yang diharapkan Indonesia.
            Oleh karena itu, kepada orang tua agar kedepan supaya lebih memperhatikan terhadap pendidikan anak, terutama pendidikan agama karena itu modal utama dalam hidup. Orang tua juga harus cerdas memilah dan memilih dalam menentukan sikap terhadap pendidikan si Anak, jangan samapai dengan pendidikan itu menjadi anak sesat, sombong, angkuh, yang pada akhirnya bisa menyeret kita kedalam jahannam “Na’u Zubillah”. Jangan selalu kita berasumsi “dayah itu kolot, ketinggalan zaman dan tidak punya masa depan”. Ternyata asumsi itu jelas salah dan menyesatkan. Buktinya, banyak lulusan dari dayah mereka mampu bersaing ditingkat nasional bahkan internasional. Akhirnya Dayah Sebagai Solusi. Wassalam….






Jadilah Dosen Yang Baik


Dosen yang berantem atau ada masalah pribadi dirumah, mahasiswa yang dikorbankan… padahal mahasiswa itu kan cari ilmu, untuk belajar dan ingin cepat menamatkan kuliahnya, bukan dijadikan korban …
??
kadang saya ingin bilang: udah sekolah pinter-pinter, ada yang sampe s2, s3, s4 bahkan s teler… tapi etika kurang, ego masih tinggi, punya sifat pendendam ..MasyaAllah,,,,???

tapi ya sudahlah...orang-orang terlalu pintar dengan ilmunya, sehingga selalu benar, sedikitpun tidak merasa bersalah.

Wahai para pengajar(pendidik) sikap-sikap yang demikian bukan untuk ditiru tapi dijadikan lecutan.  Kalau menjadi dosen dikemudian hari jangan pernah mengorbankan mahasiwa apalagi mempersulit mahasiswa.. saat ini anda mempersulit karena anda sedang dibutuhkan sebagai dosen, tapi Ingatlah....Tuhan itu tidak tidur, bisa saja hal demikian menimpa anda, atau anak anda, atau keluarga anda yang lain…

lagi punya kedudukan, perlakukakan mahasiswa dengan semena-mena, saat gak punya kedudukan mengemis…

Ya... Rabb....Jadikan aku Orang baik, yang selalu bisa membantu orang lain, seandainya tidak bisa membantu secara materi tidak mempersusah orang lain sudah cukup…


Pendidikan bukan ajang untuk balas dendam, pendidikan juga bukan tempat untuk tempat berpolitik..... Wassalam.
SENANG MEMPERSULIT, KITAPUN AKAN DIPERSULIT

            Banyak diantara kita, sering dihadapkan pada kesulitan-kesulitan, yang seakan-akan tanpa bertepi. Padahal sudah bersungguh-sungguh dalam menghadapi dan meraungi hidup ini. Kalau ini, selalu dan selalu, menghinggapi kehidupan, maka banyak hal dalam kehidupan kita yang harus segera kita audit. Salah satunya adalah, apakah sering membuat kehidupan lingkungan menjadi tidak nyaman karena prilaku kita.
            Saya punya sahabat, seorang dosen, mengeluh, sudah bertahun-tahun tidak segera selesai program S-2 (Magister), karena pembimbingnya seorang professor yang sangat sulit ditemui. Sehingga dosen calon S-2 ini habis waktunya untuk mencari pembimbing yang professor itu. Namun yang sangat menarik adalah rupanya dosen calon S-2 ini, juga sebagai pembimbing mahasiswa S-1, suka mempersulit dan susah ditemui karena kesibukannya. Dan, yang lebih menarik lagi adalah, “mengapa professor itu susah ditemui dosen calon S-2”? Rupanya beliau, sedang mengalami kesulitan ingin menjadi guru besar yang berwibawa karena banyak karya nyata. Intinya Dosen calon S-2, mahasiswa calon S-1, dan professor ini, hidupnya sama-sama sulit karena senang mempersulit.
            Kalau kita keluar rumah untuk belanja, ke kantor atau jalan-jalan dengan keluarga, hampir dimana-mana banyak pemasangan “Polisi Tidur”, yaitu gundukan jalan yang diharapkan bisa memperlambat laju perjalanan kendaraan kita. Gara-gara polisi tidur itu, banyak pengendara sangat tidak nyaman (termasuk saya pribadi heheheh), kenapa!!! sebab hampir semua polisi tidur yang dibuat masyarakat setempat, tidak berstandar internasional. Gundukannya kecil memang, tapi sangat tajam dan menjengkelkan. Setelah kami berdialog kepada orang-orang yang punya hoby membuat polisi tidur, rupanya penyebabnya adalah, dirinya jengkel, sebab banyak pengendara yang kurang sopan santun, mengendarai dengan kecepatan tinggi dan menganggu keselamatan. Dan yang lebih menarik lagi, banyak kendaraan mobil atau motor yang sedikit “butut” dengan suara mesin diluar standar, ketika dihadapkan dengan polisi tidur juga diluar standar, suara mesin semakin kencang, setelah itu di rem, agar bisa melalui gundukan polisi tidur itu. Lengkaplah sudah kesengsaraan dan kesulitan pengendara karena polisi tidur dan begitu juga kesengsaraan dan kesulitan masyarakat karena bising deru motor dan mobil. Keduanya, sama-sama mengalami kesulitan….
            Seperti biasa, seorang pengusaha, mulai dari yang kelas teri sampai kelas kakap, tentunya pernah berhutang ke jejaring bisnisnya. Fenomena yang sangat menarik adalah sangat banyak diantara mereka dihadapkan pada kesulitan demi kesulitan. Setelah dilakukan penelusuran sederhana, memunculkan sebuah penemuan yang sangat unik yaitu diantara mereka sama-sama berprilaku saling mempersulit. Sesama penghutang, sama-sama senang menunda pembayaran padahal dirinya sudah sangat mampu untuk membayar. Mereka berpikir bahwa ”Ciri seorang pengusaha sukses adalah kemampuannya menunda pembayaran”. Menunda pembayaran, padahal dirinya sudah punya dana untuk melunasi, bisa menyumbat rizki kehidupannya.
Sahabat…
Hidup ini, merupakan pilihan, kalau sering mempersulit maka pantulannya juga mendapat kesulitan. Sering mempermudah, insyaAllah pantulannya juga sering mendapat kemudahan. Jadi, kita tinggal pilih saja, yang kita suka.
            Berani menetukan pilihan dalam kehidupan ini dengan cara yang benar agar mendapatkan keberkahan kebenaran!!! Bagaimana pendapat sahabat ???